Daerah

Kajati Bali Dr. Ketut Sumedana Sarat Prestasi dan Gagasan Digitalisasi Dipenuhi Pemikiran Humanis Tegakkan Hukum

Newtvkaori.com-DENPASAR | Dibalik ketegasan,  keberanian dan kecerdasan, ada pemikiran humanis dalam penegakan hukum di tanah air.

Sorotan matanya yang tajam bak macan yang siap menerkam mangsa dalam penegakan hukum dimanapun Dr. Ketut Sumedana  bertugas.

Penggagas “Hukum Tajam ke Atas, Humanis ke Bawah” ini menempatkan penghentian penuntutan dengan Restorative Justice (RJ) untuk masyarakat tidak mampu dan pendirian Bale (tempat) penyelesaian segala permasalahan di setiap desa.

Gagasan pemikiran  mengantarkannya pada  Tahun 2024 mendapatkan penghargaan “Best Leadership In Justice dari CNN Indonesia Award” dan dilanjutkan Tahun 2025 di Anugerahi “Figur Akselerator Pembangunan Katagori tokoh pendorong Keadilan Restoratif oleh Detik Bali Award 2025”.

Dalam berbagai pertemuan, Ketut Sumedana selalu menekankan hukum harus berpihak untuk kepentingan masyarakat, sehingga keadilan masyarakat lebih penting dari sekedar kepastian, karena hukum yang adil itu yang hidup dalam masyarakat.

Ditangan sosok kelahiran Buleleng ini, menjadikan wajah Kejaksaan menjadi paling populer di tahun 2022-2023 versi Inew Award.

Selain itu, Ketut Sumedana juga berturut-turut mendapatkan sebagai penghargaan sebagai Humas berpengaruh di Indonesia dari PR Indonesia tahun 2022 dan Tahun 2023 dan dinobatkan sebagai 50 PR  populer oleh The Icomics berturut-turut 2023 dan tahun 2024.

Ide dan gagasan yang inovatif serta kreatif dengan menggunakan digitalisasi dan perkembangan Teknologi Informasi sebagai penggerak publikasi di Kejaksaan pada saat menjadi Kapuspenkum menjadikan Kejaksaan RI menjadi lembaga yang sangat dipercaya masyarakat dan lebih dari 30 penghargaan diperoleh selama 2 tahun 6 bulan menjabat sebagai Kapuspenkum.

Bahkan, berdasarkan catatan redaksi, dengan sejumlah penghargaan menjadikan Ketut Sumedana sebagai Kapuspenkum terlama di Kejaksaan, bahkan kurang lebih enam bulan merangkap dua jabatan sekaligus, yaitu menjadi Kajati Bali dan Kapuspenkum selama 6 bulan.

“Semua itu berkat kepercayaan pimpinan,” kata Ketut Sumedana,  dengan nada merendah.

Selain gagasan  digitalisasi yang memanjakan media dan wartawan yang bisa bekerja secara Work From Home dengan akses yang seluas-luasnya.

“Kebijakan itu diberikan Beliau. Bapak Jaksa Agung memberikan ruang seluas luasnya kepada saya dan media,” ujarnya, seraya menyebutkan saran Jaksa Agung ST Burhanudin, “Sehebat hebatnya kamu berkinerja tanpa publikasi yang baik, masyarakat tidak tahu apa yang anda Kerjakan”.

Pria pemberani ini dalam setiap melaksanakan tugasnya kerap sekali melakukan OTT (Operasi Tertangkap Tangan) di berbagai tempat kerjanya.

Sebut saja, Anggota DPRD di Gianyar yang menilep Dana Bantuan Hibah, Anggota DPRD di Mataram yang menilep dana pembangunan gempa bumi, bahkan yang teranyar OTT  Bendesa Adat di Badung serta Kadis Perizinan di Buleleng.

“Saya diajarkan oleh pimpinan, agar berani mengambil keputusan, sehingga tugas-tugas kamu bisa bermanfaat bagi masyarakat dan Negara,” terangnya.

Pria yang bercita-cita menjadi seorang guru ini, juga sangat intens ke kampus memberikan kuliah umum, FGD, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya itu, karena kecintaannya terhadap dunia akademisi.

“Saya sangat menyenangi, ketika ada di kampus, sekolah dan ditengah-tengah masyarakat intelektual. Kekurangan kita adalah kurang baca dan kurang literasi, sehingga kita tertinggal di negara Asia lainnya,” terangnya.

Dunia Akademisi dan Praktisi tidak bisa dipisahkan, terkadang teori dan asas hukum itu diperoleh dari dunia praktek penegakan hukum atau terkadang dari hasil riset dengan berbagai argumentasi yang akhirnya tujuannya menciptakan hukum yang adaptif, praktis, mudah, murah dan tidak berbiaya.

Kolaborasi keduanya mesti berjalan seirama ditengah perkembangan hukum yang sangat pesat, tanpa sekat serta tanpa batas, semua harus transparan, demokratis dan bermanfaat bagi negara dan masyarakat.

Di era modernisasi dan globalisasi ini, penegakan hukum yang humanis dan saling menguntungkan menjadi kebutuhan hukum modern.

“Hukum harus menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM)  dengan menghormati kearifan lokal dan hukum harus memberi manfaat dan berkeadilan ditengah-tengah  masyarakat,” tegasnya. (red/tim).

Team Redaksi : Aditya putra

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *